Apa salahnya kalau saya pintar?

Jujur saja, akhir-akhir ini saya kehilangan "api" untuk menulis. Tidak tahu apa alasannya. Alhasil, sudah 1 bulan saya meninggalkan blog ini kosong, tanpa postingan baru. Padahal resolusi tahun 2012 ini adalah menulis minimal sekali dalam satu minggu. Sudah pasti resolusi saya gagal ya..hehehe...

Tapi hari ini lain, tiba-tiba "api" itu muncul kembali, dan sangat kuat. Saya tergelitik untuk menulis lagi setelah membaca berita di harian Kompas, Rabu 29 Februari 2012 tentang Wina Mayua (32) di Merauke, Papua, yang melahirkan anak keenamnya di sebuah "kandang hina" di halaman belakang rumah. Juga tulisan Kristi Poerwandari, lagi-lagi di Harian yang sama, Kompas, Minggu, 4 Maret 2012, tentang perempuan dan konstruksi Jender. Ya, dua tulisan itu punya akar yang sama, berbicara tentang perempuan dan kegelisahannya. Saya sendiri juga punya kegelisahan, dan inilah kegelisahan saya...

Usia saya sudah mendekati 30, dan masih melajang. Sejauh ini saya bahagia-bahagia saja tuh dengan status dan peran yang saya miliki, dan saya bersyukur karena saya didukung oleh keluarga yang menerima status kelajangan saya apa adanya. Ini patut disyukuri loh, karena banyak perempuan seusia saya menjadi stres, dan tak jarang putus asa,  karena dirongrong oleh keluarga untuk segera menikah. Kalaupun ada teman atau sesepuh yang bertanya "kapan menikah?" atau "kok ga punya pacar sih?" biasanya saya cengar-cengir saja...sambil berkata..mohon doa ya...hehehe... Oleh karena itu, tentu bukan mengenai status yang saya gelisahkan. Saya lebih gelisah dengan pendapat orang mengenai kenapa saya melajang. Beberapa teman bilang "habisnya, kamu terlalu pintar sih." Teman yang lain bilang "Kamu sih terlalu ambisius." Orang yang lain berkata "kamu sih S2, mana high achievement pula.", Begitulah alasan yang sering mampir di telinga saya, entah itu dari para lelaki atau bahkan para perempuan sendiri. 


Kalau sudah dibilang seperti itu, biasanya saya diam, tapi hati dan pikiran saya bicara banyak. Memang salah ya kalau saya pintar, saya berpendidikan master (hampir, mohon doa..hehehe), saya bertalenta, memiliki minat yang beragam, punya cita-cita yang tinggi dan punya sejuta energi untuk mewujudkannya? Apa ya saya harus jadi orang yang bodoh, pasif, dan tidak berpendidikan supaya saya punya pacar? Apakah hanya kaum laki-laki yang boleh punya kecerdasan tinggi, punya cita-cita, punya kemauan untuk mencapainya, aktif, dan proaktif? Tentu tidak bukan? 

Bukankah kecerdasan, talenta, dan kesempatan untuk berkembang itu adalah karunia Tuhan yang patut disyukuri, digunakan untuk kebaikan diri sendiri dan sesama,  sekaligus menjadi hak serta pilihan hidup manusia selama hidup di dunia? Kok logika dan hati saya berkata bahwa tidak adil menghakimi orang lain berdasarkan jenis kelamin, apa yang dia miliki dan menjadi ciri pribadinya. Apalagi ditengah jaman yang katanya menghargai emanispasi perempuan. Saya semakin sedih saat orang-orang yang berkomentar seperti itu adalah teman-teman saya, sesama perempuan, karena saya beranggapan bahwa komentar yang dilontarkan seseorang adalah cerminan dari apa yang dia pikir dan rasa mengenai dirinya sendiri. Kalau seorang perempuan masih saja mempersoalkan hal-hal seperti yang saya sebutkan tadi, berarti tentu ada sesuatu di dalam dirinya. Begitu juga untuk laki-laki. Tentu saja berlaku juga untuk saya. 

Bagaimanapun, bukankah kita, manusia adalah ciptaan Tuhan yang berharga, apapun yang diri kita miliki? Bukankah manusia diciptakan sama? Bukankah Tuhan menciptakan matahari untuk semua manusia yang ada di dunia ini. Marilah kita belajar menghargai... menghargai diri sendiri, dan menghargai orang-orang yang disekitar kita... tidak pandang  perempuan atau lelaki, tidak pandang menikah, duda, janda, atau lakang, tidak pandang kaya atau miskin, tidak pandang jawa, china, batak, papua, atau ras dan suku lainnyanya, tidak pandang terdidik atau tidak terdidik, dan tidang pandang apa agamnya, bahkan meskipun dia tidak beragama sekalipun. Cheers... 


Comments

Unknown said…
Pengalaman serupa juga aku dapatkan ketika aku hampir tiga tahun menjomblo (memang ga sepenuhnya sama sih Kak..), tapi yang menggelitik adalah kata-kata "kamu sih high demanding" "kamu sih picky" atau waktu mau masuk Mapro, "kerja dulu aja, nanti makin susah dapet pacar..." Errrrr....

Dan pada perjalanannya, aku tetep ngeyel untuk tetap picky dan masuk mapro, meski dapet protes sana sini.

Aku percaya, jodoh itu sepadan, antara akhlaknya dan akhlakmu. Logikanya, kalau setara, makin naik level kita (makin pinter, makin baik, makin bla bla bla) maka jodohnya akan semakin baik juga. Lalu orang-orang yang dari awal udah ribut tadi bilang lagi "tu level nya udah naik, makin susah kamu, soalnya cowok baik itu sedikit dan kalo pun ada biasanya udah ada yang punya."

ya,, itu logikanya.

Tapi sisi lain, aku percaya, kadang-kadang Rencana Tuhan ga bisa masuk ke logika kita. Tuhanku itu Maha, jadi tak sekerdil buah pikiran saja. Ilmuku dan ilmumu kadang2 tak sanggup mencerna maksud-Nya.

Yang aku tau, Dia memintaku untuk selalu berproses, memperbaiki diri, membenahi diri, dan memperbaiki diri lagi. Rasanya bukan pilihan yang bijak ketika "ancaman" dan pemikiran-pemikiran logika tadi membuatku menghentikan proses itu.

Ya, itulah yang bisa aku lakukan. Berproses. Dan di dalam perjalanan berproses itu, aku belajar untuk berbaik sangka kembali pada-Nya dengan semua yang aku miliki, baik logika, rasa, maupun jiwa.

Cheers :)
viola said…
setujuuuu,,,
suka sama comment emeldah...
Aku juga... Setujuuuuuuh....
Salah satu perjuangan jadi perempuan itu adalah merasa memiliki banyak pilihan... Krn nyatanya "kesuksesan" kita seringnya diukur secara domestik (baca: punya pasangan dan bisa beranak pinak).
Yang bahaya sbetulnya kalo kita sndr akhirnya percaya bahwa pilihan kita terbatas... ^^
Jadi, selama kita masih punya will utk jadi jiwa yang merdeka, lanjutkan terus pilihan-pilihanmu ya.....
Verty Sari said…
Suka de sama tulisan plus comment yang ada.
Menurutku ga ada yang salah dengan menjadi pintar. Itu kan harapan orang tua bahwa anaknya pintar. Malah orang lain yang salah dengan pandangan picik yang merasa mengenal orang lainnya dari luar saja...
Hidupku pilihanku... Terima kasih untuk komentar yang ada, tapi tidak harus kuterima kan?

Popular Posts